Jumat, 27 Februari 2015

Cara Merawat Anak Burung Gereja



 
Cara Merawat Anakan Burung Gereja. Akan lebih baik kalau kita memelihara burung gereja dari semenjak anakan yang masih diloloh, karena nantinya akan lebih jinak di banding dengan hasil tangkapan dewasa. Walaupun meloloh sendiri anakan burung gereja termasuk gampang – gampang susah. Bahan lolohan bisa kita buat sendiri dengan mencampur pur Ronggolawe yang sudah dihaluskan, kroto atau kuning telur rebus dan air matang. Semua bahan dicampur hingga rata tetapi harus agak kental lalu campurkan beberapa tetes Ebod Vit ke dalam adonan tersebut, supaya anakan tumbuh cepat dan sehat. Selama masa loloh anakan gereja bias di berikan EF berupa jangkrik kecil yang sudah di buang bagian kepala dan kaki-kaki nya. Jika burung sudah bisa makan sendiri, pakan di campur bijian milet, canary seed, jawawut, dan beras merah. ( akan lebih baik bila diberikan pakan Ebod Canary, karena selain bahan – bahan nya hasil pilihan. Juga sudah mengandung berbagai unsur nutrisi dan juga vitamin). Akan lebih baik jika kita memlihara beberapa ekor burung gereja jantan, sehingga ketika disandingkan bisa mengeluarkan suara kicauan gereja tarung. Ali Garut – Jurnalis Tabloid Ronggolawe

Saat ini khususnya di wilayah perkotaan,sulit menjumpai keberadaan satwa-satwa liar seperti burung, kecuali di taman-taman kota yang terjaga dan terlindungi. Tetapi setidaknya masih ada jenis burung yang dengan mudah masih bisa dilihat sehari-hari di permukiman, seperti di halaman rumah, atau di tembok teras rumah. Jenis burung itu disebut burung gereja. Keberadaan burung ini mengalahkan keberadaan burung merpati. Yang selama ini seakan burung merpati yang bisa berdamai dalam kehidupan sehari-hari manusia, karena bisa dipelihara dengan dilepas tanpa harus dikurung. Tetapi sebagai penyandang predikat simbol perdamaian dan kesetiaan. Ironinya, burung merpati kerap menimbulkan masalah, karena tidak berdamai dalam lingkungan kehidupan manusia, lantaran kotorannya yang menimpa jemuran, dan menyebar di genting rumah, sering menciptakan disharmoni hubungan antar tetangga yang terganggu dengan beraknya yang berada dimana-mana. Belum lagi suara dekuran pejantan yang sedang birahi yang tak akan berhenti sampai si betina menyerah, suaranya berisik dan mengganggu. Belum lagi burung merpati kini dimanfaatkan sebagai alat judi adu pacu. Walau toh pada akhirnya merpati-merpati sebagian ada yang berakhir di penggorengan. 



 Burung gereja termasuk dalam ordo passeriformesdari family ploceidae. Ada burung gereja jenis house sparrow atau passer domesticus, dan eurasian tree sparrow atau passer montanus. Untuk jenis yang belakangan, habitatnya ada di area ketinggian seperti pepohonan serta lahan tak berpenghuni, juga tak jarang tidak berbeda habitatnya dengan house sparrow, yang berada di lingkungan penduduk.
Entahlah kenapa sampai dinamakan burung gereja. Barangkali lantaran burung ini sering terlihat membangun sarang di bawah atap genting gereja, atau dalam celah dan lubang bangunan gereja. Barangkali di gerejalah burung-burung ini merasa nyaman dan tidak terancam keberadaannya dari tangan-tangan iseng manusia. Keberadaannya di gereja sekalipun membangun sarang pada piringan lampu di langit-langit gereja, tak pernah menjadi gangguan maupun terganggu setiap kali ada upacara kebhaktian. Seakan mencerminkan hubungan yang harmoni dalam kehidupan semua mahluk di alam ini. Masing-masing punya hak untuk melanjutkan hidup dan segala kegiatannya tanpa saling mengusik apalagi merugikan.
Namun akan menjadi berbeda, bila burung-burung ini membangun sarang di bawah lubang genting rumah-rumah penduduk. Bila tidak jauh dari permukaan tanah dalam membuat sarang untuk menempatkan jumlah telur antara 3-5 butir, atau bayinya. Akan terancam, tidak hanya oleh batang galah anak-anak, tetapi juga dari hewan yang ada di lingkungan manusia seperti kucing, atau tikus.
Kenapa disebut burung gereja, bukannya disebut burung hotel, atau burung vihara, atau burung kuil, burung rumah atau sebutan lainnya. Pada kenyataannya, burung ini merasa aman bila membangun sarang pada sela-sela dan lubang di bangunan gereja, atau merasa tidak terusik sekalipun membangun sarang di antara dedaunan cemara dan setiap tanaman yang berada dalam lingkungan di lahan gereja, yang penting jauh dari tanah agar terhindar dari sergapan predator seperti kucing.
Burung ini juga bukan burung yang rapuh, tidak seperti merpati yang bergantung pada makanan yang disediakan manusia. Burung gereja hanya mengais dari sisa-sisa makanan yang terserak di atas tanah, atau sisa nasi yang dijemur di atas genting, yang mereka anggap sengaja diletakkan, seakan disediakan buat mereka.
Keberadaan burung gereja tak mengganggu kehidupan manusia apalagi menjadi ancaman. Tubuhnya yang kecil dengan panjang berkisar 14,5 cm. Dengan bulu berwarna putih gelap dengan bercak coklat dan hitam. Serta suara yang meracau datar tidak keras dan tidak menarik. Adalah hal yang membuat manusia tak menarik untuk memeliharanya, apalagi diternak yang mempunyai nilai ekonomi. Tetapi meskipun demikian, sesungguhnya yang ada pada burung gereja tersebut, yang berbeda dengan burung jenis lain yang memiliki nilai ekonomi bagi sebagian manusia lantaran kicauan, warna bulu serta kelangkaannya, justru merupakan pertahanan alami yang ada padanya.

2 komentar:

  1. Clossing artikelnya keren. Salam kenal.

    BalasHapus
  2. Artikelnya menambah wawasan untuk pemula seperti saya, sehat dan sukses selalu. Amin

    BalasHapus